27 April 2009

PLTSa Di Bandung

Wah..Bandung kesulitan Cari Tempat Pembuangan sampah nih..!
Solusinya pemkot Bandung berencana membuat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Namun rencana itu mendapat penolakan dari sebagian masyarakat, terutama yang berdekatan dengan rencana dibangunnya PLTSa tsb.
Selain itu beberapa pakar lingkungan juga mengkhawatirkan pembangunan PLTSa di Bandung, mengingat Bandung adalah sebuah cekungan yang bisa membuat polusi udara yang dikeluarkan PLTSa akan berputar di kawasan itu saja.
Namun salah seorang tim ahli Feasibility Study PLTSa mengatakan keberadaan Sebuah PLTSa tidak akan berbahaya bagi lingkungan sekitar selama penanganan fly ash (deau terbang) dan zat pencemar lainnya benar.
Untuk mengatasi fly ash, sistem PLTSa tsb sudah dilengkapi dengan bag filter yang berfungsi untuk mencegah keluarnya fly ash ke udara.
Untuk menghilangkan zat-zat pencemar udara lainnya berupa zat asam seperti sulfur, SOx, dan dioksin mereka menyediakan Circulating Fluidized Bed (CFB) boiler untuk mengurangi emisi kesemuanya.

Rupanya terjadi perbedaan persepsi dari kedua kelompok yang pro dan kontra, kita lihat saja perkembanganya.

21 April 2009

Makanan Pikiran

Akhir2 ini sikapku memang agak sulit terkontrol dan labil, mungkin karena satu tahun terakhir ini makanan pikiran yang masuk ke otakku kurang bervitamin. Padahal jenis makanan pikiran yang kita santap itu menentukan kebiasaan, sikap dan kepribadian kita. Makanan pikiran kita adalah lingkungan kita.

08 April 2009

Stìglitz, IMF Dan Bank Dunia

Joseph Stiglitz.., ia adalah orang pernah menjadi wakil presiden senior di Bank Dunia dan sebelumnya ia juga pernah bertugas di Gedung Putih sebagai ketua Dewan Penasihat Ekonomi untuk presiden Clinton.
Maka tidak heran jika ia tahu betul tentang kelicikan IMF dan Bank Dunia.
Dalam bukunya yang berjudul "Globalization and Discontents" yang beredar tahun 2002, ia membuka kebusukan IMF dan Bank Dunia. Ia memaparkan kedua lembaga yang berada di bawah kendali AS dan negara barat lainya cenderung mendiktekan keinginan mereka, seolah-olah merekalah yang paling kondisi negara yang akan dibantu, sehingga merekalah yang paling layak menentukan obatnya.

Celakanya, obat yang diberikan IMF cenderung sama untuk setiap negara, meski permasalahanya berbeda.
Setiap negara yang membutuhkan bantuan selalu diminta melakukan liberalisasi di semua lìni, demi apa yang mereka namakan globalisasi, subsidi dilarang, bea masuk diturunkan sampai nol persen, perusahaan asing dibolehkan masuk di seluruh nadi perekonomian, sebaliknya AS justru menghalalkan subsidi dan mencegah barang asing masuk.
Indonesia salah satu negara yang terjerat dalam jebakan IMF, indikasinya adalah banyaknya BUMN dan Bank-bank swasta besar yang dikuasai oleh asing.

Stìglizt aja udah buka kartu, betapa liciknya IMF, maka tidakkah terpikir oleh para pengambil kebijakan di bidang ekonomi untuk mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang pro kepada kedua lembaga ekonomi internasional tersebut.